Selasa, 03 Juni 2014

Mobil GOOGLE Mengancam Dunia

Kecanggihan mobil milik google ini, diklaim akan pengaruhi penjualan mobil dunia.



Google akhirnya rampung menyelesaikan project pembangunan mobil canggih miliknya. Kehadiran mobil Google yang bisa 'nyetir' sendiri itu, ternyata berdampak negatif bagi beberapa produsen mobil dunia.

Pasalnya para produsen menganggap kehadiran mobil ini dapat menjadi ancaman serius bagi industri otomotif dunia. Hal tersebut salah satunya dirasakan oleh produsen otomotif asal Amerika Serikat, Chevrolet.

Melalui Mark Reuss, selaku kepala pengembangan General Motors (GM), mengatakan "Siapa pun dapat melakukan apa saja dengan waktu dan uang yang cukup," kata Reuss.

"Jika mereka menetapkan pikiran pengembangan seperti itu, saya tidak ragu kalau mereka bisa menjadi ancaman yang sangat serius," ujarnya seperti dilansir laman Inautonews.

Memang dibalik itu semua, tenyata GM sendiri saat ini dikatakan tengah mengembangkan mobil berteknologi yang nyaris serupa dengan teknologi yang tersemat di mobil Google. Namun GM mengklaim, mobil ini dimaksudkan bukan untuk menyaingi Google.

Lebih lanjut, Reuss menuturkan mobil Google yang dilihatnya secara sekilas dalam foto yang beredar saat ini 'agak dingin' untuk sebuah mobil kecil dan lebih mirip dengan VW Beetle tua.

Sekedar menyegarkan ingatan Anda, saat ini Google sudah mulai membangun 100 unit prototipe mobil otonomnya itu untuk mulai diuji di jalanan tahun ini.

sumber DISINI

Ratu Mesir yang Jelita ternyata Kutilan



Selama ini sejarah mencatat bahwa , Ratu Tiye merupakan seorang ratu yang kecantikannya begitu melegenda. 
Ratu Tiye adalah istri dari Raja Firaun Amenhotep III, pemimpin matriarkat keluarga Amarna yang menurunkan begitu banyak keluarga kerajaan Mesir Kuno. Anaknya adalah Firaun Akhenaten dan cucunya adalah Raja Tutankhamun - Firaun sangat dikenal dan populer di dunia modern.
Tiye yang hidup pada tahun 1415-1340 SM itu merupakan wanita yang paling berpengaruh di masanya. Amenhotep III begitu memujanya. Patung-patung Tiye digambarkan sejajar dengan patung raja. 
Ini merupakan sebuah pencapaian di masa itu dan menunjukkan betapa besar cinta sang raja kepadanya. Bahkan Amenhotep III mendirikan begitu banyak tempat suci, istana, kuil di Nubia, bahkan danau buatan yang monumental, untuk istrinya itu. 
Amenhotep II menggambarkan istrinya itu sebagai, "wanita yang anggun, penuh dengan cinta, yang mengisi istana dengan kecantikannya, Bupati wilayah Utara dan Selatan, Istri dari Raja yang begitu mencintainya."
Namun, baru-baru ini ternyata para ilmuwan menemukan sebuah bejolan kecil seperti kutil di tubuh mumi Ratu Tiye. "Kami agak terkejut dengan adanya kutil di tubuh seorang ratu Mesir seperti dia," ujar Mercedes González, Direktur Instituto de Estudios Cientificos en Momias Madrid kepada Discovery News.
Menurut González, terdapat semacam kulit tumbuh atau kutil di dahi sang Ratu, di antara dua mata. Kutil ini, kata González timbul akibat virus papilloma (HPV), dan biasanya tumbuh pada wajah, leher, atau bagian belakang tangan.


Namun, González mengatakan, selama ini kutil itu tak pernah dijumpai di mumi-mumi Mesir lainnya. Sementara itu, Kepala Swiss Mummy Project and Center for Evolutionary Medicine pada University of Zurich, Frank Rühli, mengatakan bahwa ini adalah temuan yang 'menantang'.
"Bisa saja memang kutil, tapi kita belum bisa memastikan. Bisa saja itu sebuah tumor fibroid atau fibroma. Akan sangat menarik bila kita bisa mengambil sampelnya untuk histology (ilmu jaringan tubuh) dan DNA," kata Rühli.
Namun, Profesor Egyptology dari American University of Cairo, Salima Ikram, lebih berhati-hati dalam menanggapi temuan ini.
"Saya menyebut mumi ini sebagai mumi yang diperkirakan sebagai Ratu Tiye, karena masih diperdebatkan. Dan saya pikir, kita tidak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa itu adalah tahi lalat yang kemudian menjadi lebih rata akibat proses mumifikasi," kata Ikram.


sumber DISINI

Rumah Adolf Hitler Di Los Angeles

Pasti nama adolf hitler udah ga asing dikuping agan" sekalian ya. langsung aja yah gan ga usah banyak bicara lagi,,



Rencananya, Rumah ini adalah sebagai tempat pelarian Hitler setelah perang, dia ingin lari dari berbagai hingar bingar perang dunia di masa tuanya dengan menghabiskan waktu di Rumah yang terletak di Los Angeles ini.

Dalam rencananya, Nazi telah memenangkan perang, Adolf Hitler lalu pindah ke LA dimana ia bercampur baur dengan bintang-bintang layar perak saat menjalankan kekuasaan dari peternakan mewah di perbukitan LA.

Tetapi selama tahun 1930-an, simpatisan Amerika begitu yakin ini skenario yang tepat yang akan terjadi, Anak buah Fuhrer di LA menghabiskan jutaan dollar untuk membangun suatu tempat mewah yang siap untuk kedatangan Fuhrer mereka.



Ada rencana lebih lanjut untuk membangun lima perpustakaan, kolam renang, ruang makan dan beberapa pusat kebugaran dengan uang langsung dari Jerman.
Tapi pada hari setelah kejadian Pearl Harbour, ketika Amerika memasuki Perang Dunia II, polisi menggerebek tempat tersebut dan mengumpulkan 50 orang fasis Amerika yang tinggal di sana.

Hari ini rumah tersebut hanya menjadi reruntuhan, dipulas dengan Graffiti oleh anak - anak muda, dan menunggu buldoser datang agar dapat berubah menjadi area piknik untuk pejalan kaki, dan hanya menjadi sepotong sejarah di Amerika.

Dekat dengan rumah aktor dan sutradara Stephen Spielberg, situs ini telah menjadi magnet bagi sejarawan, rasa ingin tahu para pencari dan pecinta hal - hal yang berbau Nazi.
Pada satu titik setelah perang, bangunan itu pernah menjadi kediaman bagi seorang seniman dan novelis Henry Miller.

Bangunan ini Dibangun oleh Silver Shirts , sebuah kelompok Kaum fasis di tahun 1930.
Peternakan Hitler yang seluas 55-hektar, dijual ke Jessie Murphy pada tahun 1933 oleh Will Rogers.
Dalam beberapa tahun lampau Murphy berhubungan dengan seorang pria Jerman yang hanya dikenal sebagai Herr Schmidt. Tanpa diketahui oleh nya Schmidt ternyata adalah agen Hitler di Amerika. Ia membujuknya untuk berinvestasi $ 4 juta ($ 66 juta saat ini) untuk mengubah properti itu menjadi tempat singgah nazi untuk Hitler.


Sejarawan muda Randy mengatakan kepada Sunday Express: "Ini seharusnya merupakan tempat fasisme Amerika di mana Hitler pada suatu hari akan menjalankan kekuasaanya Amerika Serikat.


sumber DISINI

Ini dia! Pertemuan Sang Proklamator dengan Marlyn Monroe


Semasa hidupnya, Presiden Soekarno memang dikenal sangat dekat dengan kalangan wanita. Bahkan mendiang orang nomer satu di Indonesia ini bisa dibilang menjadi magnetnya banyak wanita. Tidak terkecuali dengan sosok aktris seksi asal Hollywood Marilyn Monroe. 

Pertemuan keduanya terjadi dalam sebuah pesta di Beverly Hills Hotel akhir Mei 1956, diabadikan dalam sebuah foto.

Seperti yang dilansir Kotan Tempo, edisi Minggu, 3 Juni 2001, Pertemuan Soekarno dan Marilyn tak mungkin terjadi tanpa jasa Joshua Logan, sutradara film Bus Stop. Saat itu Marilyn tengah sibuk syuting film tersebut bersama Logan.

Bos Motion Picture Producers Association kala itu, Eric Johnston mengadakan pesta di Beverly Hills Hotel, Hollywood untuk menyambut kunjungan Bung Karno. Sebetulnya, Marilyn tak diundang ke pesta itu. Namun, usai syuting Bus Stop hari itu, Logan mengajak Marilyn. 

Karena yang meminta sutradaranya, Marilyn menurut, meski esok harinya dia akan berulang tahun ke-30. Bintang film 'The Seven Year Itch' yang terkenal dengan pose rok tersibak ini memang lahir 1 Juni 1926 atau tepat 86 tahun lalu.

Dalam foto hitam putih itu, Soekarno dan Marilyn terlihat saling menunduk dan sedang membicarakan sesuatu. Meski begitu, tidak ada yang mengetahui secara pasti apa yang sedang dibicarakan keduanya. Yang sempat terdengar adalah Marilyn menyebut sang proklamator dengan sebutan pangeran bukan presiden. 

Bagaimana kelanjutan kisah Monroe dan Bung Karno setelah pertemuan itu pun tidak banyak yang tahu. Tetapi menurut kabar yang dikutip dari harian Merdeka dari Joseph Smith, mantan pejabat CIA di Asia, dikutip dari buku Goddess: The Secret Lives of Marilyn Monroe karangan Anthony Summer, ada pertemuan lanjutan setelah itu.

"Ada upaya untuk membuat Soekarno terus bersama Monroe. Pertengahan 1958, saya mendengar ada rencana untuk membawa mereka bersama ke ranjang," ujar Joseph Smith di buku itu. Soal kebenaran pernyataan Smith itu, sampai sekarang masih jadi misteri.


sumber DISINI

Mobil Ini Jadi Rebutan Anak Muda Kaya di RI

VIVAnews - Permintaan mobil sport Toyota 86 terus membludak. Jatah 80 unit untuk Indonesia sampai bulan September mendatang pun sudah ludes terjual.
Auto2000 selaku main dealer Toyota, hingga saat ini mengaku kewalahan dengan permintaan yang cukup banyak. Sebab, jatah 40-50 unit yang diberikan Toyota Astra Indonesia (TAM) telah terjual semua.

"Peminatnya cukup banyak. Kita masih tunggu konfirmasi dari TAM berapa unit yang bakal kita dapat lagi. TAM sendiri juga telah meminta penambahan jatah Toyota 86 ke prisipal," kata Chief Marketing Auto2000 Rahmat Samulo saat berbincang dengan VIVAnews, Rabu 8 Agustus 2012. 

Rahmat pun belum dapat memastikan berapa unit lagi dan kapan Toyota 86 bisa didapatkan konsumen di Indonesia. Menurutnya, kalau pun nanti unitnya sudah ada, inden mobil yang dijual mulai Rp600 juta pun bakal mengular.

Tingginya minat terhadap Toyota 86 tidak terlepas dari harga yang terbilang 'murah' untuk sebuah mobil sport. Ditambah lagi dengan desain menarik dan tenaga yang mumpuni.

Lalu siapa saja pembeli mobil sport ini? "Kebanyakan dari kalangan anak muda yang sudah mapan. Atau juga penguasaha yang berjiwa muda," kata Rahmat.

Seperti diketahui, Hachiroku nama lain dari Toyota 86 adalah penggabungan tiga mobil sport legendaris Toyota, yakni Toyota AE-86, Toyota Sport 800, dan Toyota 2000 GT. Toyota 86 mengedepankan unsur fun to drive dibalut dengan konsep excellent, sensual & beauty.

Mobil yang mampu melesat dari posisi diam ke 100 km/jam dalam waktu 7-8,2 detik ini, dihargai mulai dari Rp600 juta hingga Rp636 juta, harga sudah berstatus On the Road, DKI Jakarta.

Sumber Mobil Ini Jadi Rebutan Anak Muda Kaya di RI

Dulu, Ibukota Indonesia Adalah Tokyo

Dulu, Ibukota Indonesia Adalah Tokyo



      Banjirnya uang dari Jepang, memberanikan tekad Soekarno menjadi tuan rumah Asian Games IV tahun 1962, dengan sebuah stadion raksasa yang dianggap mewah sampai sekarang. Juga menyelengarakan pesta olah raga antara negara berkembang, Ganefo I tahun 1963 (Ganefo hanya sekali dan tak ada kelanjutannya). Hingga 32 tahun berkuasa, Soeharto tak mampu membangun stadion sekelas Senayan di tempat lain, dan juga tak mampu menjadi tuan rumah olahraga internasional yang berbobot, meski mempunyai uang jauh lebih banyak dibanding Soekarno.




      Batavia atau Jakarta Telah menjadi kota pusat pemerintahan penjajah Belanda selama ratusan tahun, untuk mencuri apa saja yang bisa diambil dari bumi Indonesia. Tapi, menjelang awal Maret 1942, pemerintahan Hindia Belanda memindahkan ibukota ke Bandung. Bukan karena kota itu lebih sejuk dan nyaman, tapi karena Batavia (Jakarta) sudah dikuasai penguasa baru: Jepang.

      Bandung jadi penuh sesak oleh pengungsi. Kebanyakan wanita dan anak-anak. Hotel-hotel fully booked dan sumpek. Orang-orang Belanda ini memang ingin ‘berlibur’ di ibukota baru. ‘Libur’ panjang dari memerintah jajahannya untuk selamanya. Kenapa Bandung disebut ibukota? Karena pentolan penguasa Hindia Belanda berkumpul di sana. Ada Gubernur Jenderal Tjarda van Stakenborgh Stachouwer dan keluarga. Ada juga Letnan Jenderal Hubertus Johannes van Mook yang dijangkiti rasa takut mati.

      Sebenarnya Bandung juga sama tidak amannya dengan Jakarta. Kota ini dihujani bom dan peluru. Saking pengecutnya, van Mook yang takut mati buru-buru ungsi ke luar Bandung. Pas weekend hari Sabtu 7 Maret 1942, van Mook naik pesawat Glan Martin kabur ke Australia. Ngeeeng…Yang unik, pesawatnya memakai landasan sepanjang Jalan Buah Batu, karena landasan bandara Andir (sekarang Hussein Sastranegara) rusak. Apa yang dibawa? Kebanyakan bawa baju yang melekat pada badan.


Lalu Kemana Gubernur Jenderal Tjarda?

      Dia tetap di Bandung, tidak melarikan diri, karena keesokan harinya, Minggu 8 Maret 1942, dia ada janji penting. Bukan janji sama Tuhan pergi ke gereja, tetapi janjian sama Jenderal Hitoshi Imamura, penguasa militer tertinggi Jepang di Hindia Belanda, yang mewakili Kaisar Hirohito. Mereka berdua bertemu di Kalijati, Subang, untuk menyerahkan kekuasaan Hindia Belanda secara resmi kepada penguasa baru. Hari itu berakhirlah kekuasaan Belanda di Indonesia untuk selamanya. Ada majikan baru yang memerintah, dengan nasib baru. Kepedihan dan kesengsaraan baru untuk rakyat Indonesia di bawah kekuasaan Jepang.

Hubungan Gelap 

      Sejak Jepang menguasai banyak negeri di Asia. praktis pusat kekuasaan jajahan berkiblat ke Tokyo. Dalam film-film perjuangan kita, sering diperlihatkan adegan rakyat Indonesia, yang harus menunduk bersama dengan semangat disiplin tinggi di sebuah lapangan di tiap pagi hari, untuk hormat ke Kaisar Hirohito di Tokyo. Mirip orang Islam sembahyang menghadap ke Makkah, Saudi Arabia. Jepang datang membawa “harapan baru” bagi Indonesia, yakni sebagai “Saudara Tua” yang membebaskan bangsa Asia dari kejahatan kulit putih orang Eropa. Tentu saja, banyak orang Indonesia senang. Bahasa Belanda dilarang diajarkan dimana-mana. Harus menggunakan bahasa Indonesia dan juga Jepang.

      Orang Belanda yang dulu sombong berlagak bagai majikan, berganti nasib di tempatkan di ruang sengsara, di kamp-kamp penyiksaan sistematis. Juga sebagian rakyat Indonesia ikut merasakan ini, terutama yang membangkang terhadap Jepang. Semua kehidupan rakyat Indonesia, sudah diatur dalam sebuah peraturan, yang dibuat sebelum mereka menguasai kepulauan nusantara. Jadi memang sudah ada niat Tokyo untuk datang, berkuasa dan mencuri kekayaan alam Indonesia. Dulu semasa sebelum perang dunia kedua, mereka harus membeli kekayaan alam seperti minyak (bahkan sering kekurangan pasokan) dari Hindia Belanda. Nah, sekarang mereka mendapatkannya secara gratis, dengan cara menyiksa dan membunuhi si pemilik kekayaan alam: orang Indonesia.

      Anehnya, sebelum Indonesia lahir sudah terjadi ‘hubungan gelap’ antara Jakarta dan Tokyo. Perdana Menteri Hideki Tojo datang ke Jakarta tahun 1943. Dia menghadiahkan kimono untuk Fatmawati, istri Soekarno, sambil mengundang Soekarno, Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo, untuk “jalan-jalan” ke Tokyo. Akhirnya, mereka bertiga pergi ke Jepang pada November 1944. Inilah pertama kali Soekarno (yang kelak menjadi presiden) pergi ke luar negeri.

      Selama 17 hari mereka dimanja dan dipamerkan kehebatan Jepang. Dan yang spektakuler, mereka di pertemukan dengan Kaisar Hirohito. Kok mau-maunya Hirohito bertemu orang yang statusnya belum jelas? Mereka bukan kepala negara, bukan utusan sebuah negara dan hanya warga biasa. Lebih aneh lagi, Kaisar Hirohito ‘merusak’ protokol Istana Kekaisaran dengan menyalami Soekarno dan memberinya medali kehormatan tertinggi. Belum pernah seorang kaisar melakukan hal ini sebelumnya. Padahal di saat yang bersamaan, ribuan orang Indonesia mati sia-sia bagaikan serangga di* pembasmi hama, oleh tentara Jepang.

      Di tahun-tahun berikut menjelang kemerdekaan, kejadian itu melekatkan sebuah anggapan kuat, bahwa Soekarno dan Hatta (dan juga beberapa pendiri negara Indonesia) memang ‘boneka Jepang’. Di hadapan Jenderal Imamura, Soekarno pernah berpura-pura dan ‘menjilatnya’, dengan kata-kata, “Tuan mengusir orang yang dianggap penindas sejati bangsa Indonesia. Saya berterima kasih kepada Tuan untuk selama-lamanya”. Tuduhan sebagai kolaborator Jepang, ternyata efektif menjauhi Soekarno mendapat pengakuan atas kemerdekaan negerinya yang ia lakukan bersama patriot lain, dari dunia internasional, khususnya negara-negara barat yang menang dalam perang dunia kedua. Bila tidak pandai-pandai berunding, bersilat lidah dan bisa mengambil hati rakyat, Soekarno dan Hatta bisa saja diadili sebagai penjahat perang oleh Sekutu dan juga tentunya oleh Belanda, yang ingin datang kembali menguasai Indonesia, meski gagal total.

      Kebalikannya dialami oleh PM Tojo. Seusai perang, dia diadili sebagai penjahat perang oleh Sekutu dan digantung di sebuah tempat di Tokyo, yang sekarang menjadi lokasi berdirinya gedung pencakar langit Sunshine 60.


IBUKOTA PINDAH KE TOKYO

      Seperti sudah ditakdirkan (bahkan diramalkan oleh Jayabaya ratusan silam sebelumnya), Indonesia lahir, berjuang dan hidup dengan ‘a little help from Japanese’. Sulit dibantah bahwa kemerdekaan Indonesia, banyak mendapat bantuan dari Kantor Penghubung Jepang di Jakarta. Perumusan naskah proklamasi saja dilakukan di rumah kediaman seorang petinggi Jepang, yang semula direncanakan di Hotel Des Indes (sekarang Duta Merlin) di Harmoni, Jakarta. Soekarno menjadi presiden juga dengan bantuan pemerintah militer Jepang di Indonesia. Bahkan Soeharto melesat karir militernya, karena didikan dari PETA (Pembela Tanah Air), yang dibentuk Jepang. Bukti dan pengalaman seperti ini, membawa corak yang kental akan peranan Jepang membela dan membantu pembangunan Indonesia, kelak di kemudian hari. Soekarno dan Soeharto adalah sahabat paling akrab keluarga kekaisaran dan pemerintahan Jepang.

      Setelah kemerdekaan dan Indonesia mendapat pengakuan internasional, dimulai era baru hubungan antara Indonesia dan Jepang. Sikap Jepang sangat hati-hati terhadap bangsa Indonesia (juga bangsa Asia lainnya), yang masih terkenang getirnya masa lalu hidup bersama Jepang yang bengis. Bahkan Kaisar Hirohito jarang, mungkin tidak pernah, berkunjung ke negara Asia manapun, setelah perang usai. Meski setiap kepala negara Asia sowan kepadanya, bila datang dalam sebuah kunjungan kenegaraan ke Tokyo.

      Kekejaman masa pendudukan Jepang, ditanggapi dengan tuntutan pembayaran pampasan perang oleh Indonesia, sebesar 17,5 miliar dolar AS. Jumlah yang terlalu tinggi untuk ditolak Jepang. “Emangnya Jepang pernah benar-benar perang sama Indonesia?. Kita tak perlu bayar apapun!”, komentar orang yang menolaknya. Namun Jepang tetap membayar sejumlah besar uang untuk mengobati luka hati bangsa Indonesia (juga negara Asia lainnya), yang tak bisa dihargai oleh uang atau apapun. Dimulailah perundingan pampasan perang yang membuat Presiden Soekarno dan juga pejabat penting laiinya, sering datang ke Tokyo.

      Selama menjadi presiden, Soekarno telah 15 kali berkunjung ke luar negeri ke 58 negara (termasuk ke Bangladesh, Singapura dan Bahrain, yang saat itu belum menjadi negara merdeka). Sekali berkunjung bisa satu negara (tapi jarang), atau ke sejumlah negara sekaligus didatangi. Pernah antara 16 April sampai 2 Juli 1961, Soekarno sekali jalan mengunjungi 21 negara! Mungkin karena pesawatnya sering menyewa, jadi Soekarno sekalian aja pakai sekaligus mengunjungi sejumlah negara. Dari 15 kali pergi ke luar negeri (antara 1951 sampai 1965), 11 kali diantaranya termasuk pergi ke Jepang.

      Saking seringnya ke Tokyo, wartawan kawakan Mochtar Lubis yang selalu membangkang dengan kebijakan Soekarno, mengejeknya, “Wah, ibukota Indonesia pindah ke Tokyo”. Ini bukan gurauan. Tapi kenyataan. Pejabat dan menteri sering melaporkan pekerjaannya bukan ke Istana Merdeka, tapi ke Tokyo.

      Jaksa Agung AS Bob Kennedy ingin bertemu Soekarno, datangnya harus ke Tokyo, bukan ke Jakarta (dia pernah datang ke Jakarta sebelumnya.) Tanggal 29 Januari 1958, Soekarno menjadi presiden pertama Indonesia yang berkunjung ke Jepang selama 18 hari. Inilah kunjungan kenegaraan pertamanya dan satu-satunya ke Jepang. Selebihnya kunjungan kerja untuk membahas pampasan perang, berunding dengan Malaysia dan keperluan lain. Namun setiap dia ke Tokyo, Soekarno hampir selalu diundang makan siang oleh Kaisar Hirohito. Sebuah sikap yang jarang didapat oleh kepala negara manapun di dunia. Sejak itu dia sering ke Tokyo. Dari 22 tahun menjadi presiden, Soekarno berada di Jepang (kebanyakan di Tokyo) selama 117 hari, yang diakumulasikan dari 11 kali ke Jepang. Artinya, 1,5% masa kepresidenannya dihabiskan di Jepang. Jumlah yang sangat besar untuk ukuran panjang masa kekuasaan Soekarno.

      Seringnya Soekarno berada di Tokyo, membuat perundingan pampasan perang menjadi lancar, yang akhirnya dibayar Jepang secara bertahap. Hasilnya, bisa dilihat dengan munculnya bangunan-bangunan gigantik. Misalnya hotel-hotel di Pelabuhan Ratu, Yogyakarta, Bali, Hotel Indonesia, Jembatan Ampera di Palembang, serta Wisma Nusantara setinggi 29 lantai (diresmikan Soeharto tahun 1969), adalah sebuah hasil dari pampasan perang. Gedung perkantoran ini cukup modern di Asia untuk ukuran saat itu. Yang paling monumental adalah tugu monumen nasional di tengah Jakarta, yang merupakan simbol hasil pampasan perang.

      Meskipun Soekarno sering ke Tokyo (117 hari), tidak demikian dengan perdana menteri Jepang. Selama ia berkuasa, hanya 2 orang perdana menteri yang datang ke Jakarta. Pertama adalah Perdana Menteri Nobusuke Kishi pada November 1958. Anehnya, 50 tahun kemudian cucu Kishi, Perdana Menteri Shinzo Abe, datang ke Jakarta pada Agustus 2008. Dan kedua PM Hayoto Ikeda pada September 1963. Baik Kishi dan Ikeda datang cuma 2 hari di Jakarta. Namun Jepang akhirnya mengirimkan Putera Mahkota Akihito dan Putri Michiko datang ke Indonesia pada 1962. Dia menjadi anggota kekaisaran Jepang yang pertama datang ke sebuah negeri bekas jajahan Jepang paling luas.

      Tiga puluh tahun kemudian, Akihito dan Permaisuri Michiko juga menjadi Kaisar Jepang pertama yang datang ke Indonesia pada 3 Oktober 1992. Kaisar Akihito datang menghadiahkan ikan koi hasil silangan koi Jepang dan koi Indonesia, untuk Soeharto. 


"WOMAN FROM TOKYO"...


Ratna Sari Dewi (Naoko Nemoto), Istri ke - Presiden Soekarno

      Begitu sering Soekarno ke Tokyo (hotel favoritnya dia menginap adalah di Imperial Hotel), melahirkan sebuah lobi-lobi tingkat tinggi para pengusaha Jepang, untuk mendapatkan proyek-proyek konstruksi pembangunan Indonesia pasca perang. Pada hari ulang tahunnya ke 58, 6 Juni 1959, Soekarno datang kedua kalinya ke Tokyo untuk kunjungan selama dua minggu. Seorang pengusaha Jepang yang dekat pejabat tinggi Indonesia, Kubo Masao, memperkenal kepada Soekarno, seorang wanita cantik kabaret dari klub malam ternama di Tokyo, Akasaka’s Copacabana. Namanya Nemoto Naoko yang baru berumur 19 tahun, ketika diperkenalkan saat Soekarno datang ke klub tersebut pada 16 Juni 1959.

      Nemoto adalah seorang wanita yang cantik, cerdas, gaul, bisa melukis dan mudah menguasai bahasa asing. Akhirnya dia dijadikan istri ketiga oleh Soekarno. Namanya menjadi Ratna Sari Dewi. Mereka menikah pada 3 Maret 1962. Soekarno sangat sayang padanya. Pernah dia ngambek dan minggat ke sebuah biara di Jawa Tengah. Soekarno bagai orang tak punya darah. Namun Soekarno pernah juga marah kepada Dewi, di depan Menteri Oei Tjoe Tat. Ketika Oei di Bangkok, dia dipanggil Soekarno ke Tokyo untuk suatu urusan penting. Selama mereka berdiskusi, Dewi sering menegur suaminya dengan halus agar jangan terlalu lama menerima tamu, karena ada urusan lain. “Diam! Diam! Saya bilang diam!”, bentak Soekarno bagai suara geledek. Oei Tjoe Tat pun buru-buru minta diri pamit.

Bung Karno Dan Ratna Sari Dewi

      Peranan Dewi sangat besar dalam lobi-lobi pampasan perang antara Jepang dan Indonesia. Hampir semua kalangan bisnis Jepang, Indonesia dan pengusaha keturunan Cina pada masa itu harus sowan ke Wisma Yaso, agar bisnisnya licin dan lancar. Wisma Yaso adalah nama sebuah vila luas dan asri di daerah Kuningan Barat, di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, yang menjadi tempat kediaman Dewi. Vila itu dikenal dengan nama Wisma Yaso, yang diambil dari nama adiknya Dewi.

      Kini bekas rumah Dewi dijadikan sebuah museum militer, yang sebelumnya dikuasai negara secara sepihak dan dikemudian diberi ganti rugi kepada Dewi. Di rumah itulah, Soekarno yang karirnya naik banyak dibantu Jepang, harus menikmati kesengsaraan di saat-saat akhir menjelang ajalnya, di rumah istri berkebangsaan Jepang juga.


DIMANA IBUKOTA INDONESIA?

      Dijadikannya Tokyo sebagai ‘ibu kota’ Indonesia, memperpanjang deretan kota-kota yang pernah menjadi pusat pemerintahan. Menjelang maghrib Kamis malam, 3 Januari 1946, sebuah gerobong kereta luar biasa, langsir menyelinap di belakang rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur no. 56. Sang masinis, Soedarjo, dengan lihai berhasil membawa Soekarno dan Hatta berserta keluarga dengan taruhan nyawa. Dengan tanpa lampu sama sekali, gerbong yang membawa penumpang VIP itu, berhasil lolos dari patroli Belanda sepanjang perjalanan.

      Keesokan harinya, Soekarno dan Hatta tiba di Jogjakarta. Sejak itu, resmi ibukota RI pindah ke Jogjakarta. Kenapa pindah? Jakarta sudah tak aman lagi. Sutan Sjahrir, sang perdana menteri dibiarkan tinggal di Jakarta dan berkantor di bekas rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur. Tindakan Soedarjo yang membawa proklamator hijrah ke Jogjakarta dinilai heroik, yang akhirnya membawa dia menjadi pengusaha nasional yang sukses, diantaranya menjadi Pemimpin Umum harian sore Suara Pembaruan. 


      Pada 18 Desember 1948, Indonesia memindahkan lagi ibukota dari Jogjakarta ke Bukittinggi, Sumatera Barat. Tepatnya dibelantara hutan yang jelas lokasi. Pemindahan ini karena Jogjakarta jatuh ke dalam kekuasaan Belanda. Daripada negara RI hilang, pindahkan saja ke kota lain. Bahkan, kalau tidak bisa dilakukan pindah ke Bukittinggi, pindahkan ke luar negeri dengan membentuk pemerintahan dalam pengasingan, yaitu ke New Delhi! Saat itu, ada beberapa pejabat penting Indonesia sedang berada di sana. Baru tahun 1950, Jakarta kembali menjadi ibukota negara, yang diselingi oleh Tokyo sebagai ‘ibukota’, karena presiden sering di sana. Sebenarnya Soekarno adalah tipe pemimpin yang mudah mempercayai pembantunya.

      Bila dia sering pergi ke luar negeri, yang ‘jaga rumah’ biasanya Djuanda Kartawidjaja, sebagai Menteri Pertama. Setelah Djuanda, yang lebih sering jaga kandang adalah Johannes Leimena, juga seorang wakil perdana menteri dan seorang dokter yang sangat dipercaya Soekarno. Selama 10 tahun sejak 1956, Soekarno tak punya wakil presiden. Banyaknya perjalanan Soekarno ke luar negeri, bukan menjadi masalah bila dia tak berlama-lama di suatu tempat negara asing. Nah, Soekarno sering menetap lama di Tokyo, maka jadilah semua urusan mendesak harus di laporkan ke ibukota Jepang itu.

      Soeharto juga lebih banyak dibanding Soekarno pergi ke luar negeri. Namun dia tak pernah lama-lama berada di luar negeri. Jadi dia banyak mempercayai wakil presiden untuk mengurus urusan rumah. Bahkan Abdurrahman Wahid lebih praktis lagi. Dia bisa dalam satu hari di Eropa mengunjungi tiga ibukota negara sekaligus. Pagi, siang dan malam dalam sehari menjadi tamu di negara yang berbeda. Habibie lebih unik. Dia adalah presiden yang jarang ke luar negeri. Ketika menghadiri KTT APEC di Kuala Lumpur tahun 1998 selama dua hari, tetapi dia tak pernah bermalam di ibukota Malaysia itu. Caranya? Pagi datang, malam pulang. Besok pagi datang lagi, sore pulang lagi.

      Presiden Yudhoyono pernah berbuat aneh, seolah tak percaya dengan wakil presiden. Dia mengadakan rapat kabinet dari AS dengan menteri-menterinya di Jakarta. Sebuah tindakan berbahaya bila isi rapat itu sangat rahasia, karena sebuah teleconference secara teknis sangat rawan diketahui isinya oleh pihak luar.

      Di akhir tahun 1950-an, Soekarno sudah melihat jauh ke depan untuk memindahkan ibukota negara ke sebuah kota di tengah hutan Kalimantan, Palangkaraya. Kota itu adalah satu-satunya ibukota propinsi yang dibangun setelah kemerdekaan. Sebuah keinginan yang sekarang menjadi pilihan mendesak untuk mengganti Jakarta yang sudah sarat dengan banyak beban sosial multi dimensi.


JAPANESQUE

      Sulit dibayangkan bila Indonesia tanpa Jepang. Selama menjadi sebuah negara, Indonesia punya hubungan khusus dan historis dengan negeri matahari terbit itu, yang tak dimiliki dengan negara manapun di dunia. Meskipun bukan bikinan Jepang, kemerdekaan Indonesia adalah bantuan Jepang, yang memberi semangat untuk lepas dari cengekraman kekuasaan kulit putih. Kebangkitan Nasional yang dicetus seabad silam, juga diilhami dengan kemenangan Jepang atas perang melawan Rusia di Mancuria, Cina. Jepang banyak meninggalkan corak kehidupan bagi orang Indonesia. Dari segi sejarah, sosial dan ekonomi. Kemerdekaan Indonesia memakai tahun Sumera, tahun berdasarkan perhitungan orang Jepang, yaitu tahun 2605.

      Konsep pembentukan rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) adalah konsep dari pemerintahan militer Jepang ketika menjajah Indonesia. Hanya dengan Indonesia, Kaisar Hirohito berani pertama kali menyatakan kata fuko-na, yaitu bahasa halus untuk melukiskan kesialan pada masa silam yang terjadi dengan tindakan Jepang pada Indonesia. Kata itu diucapkan di depan Presiden Soeharto yang berkunjung ke Jepang tahun 1968. Kenapa dengan Soekarno dia tidak berani? Banyak pertimbangan untuk dia melakukannya. Kata itupun akhirnya ulangi Hirohito kepada kepala negara yang negerinya pernah disakiti Jepang. Tahun 1974 kepada Presiden AS Gerald Ford, tahun 1978 kepada Wakil Perdana Menteri Cina Deng Xiaoping dan tahun 1983 kepada Presiden Korea Selatan Chun Do-Hwan. Walau masih ada kenangan masa lalu yang pahit, Jepang tetap sahabat yang sangat menjaga perasaan orang Indonesia yang pernah mereka sakiti, dibanding dengan sikap arogan negara-negara tetangga Indonesia.

      Kini setiap presiden Indonesia pasti harus datang ke Tokyo dan bertemu sang kaisar. Sebaliknya, setiap perdana menteri Jepang bila perlu, pasti datang ke Jakarta. Letak strategis kota Tokyo memaksa seorang presiden Indonesia harus ke sana, bila datang dari dan pergi ke AS sebagai tempat transit. Begitu akrabnya hubungan kedua negara, Soekarno pernah ngotot minta diterbangkan langsung dari Tokyo ke Pyongyang, Korea Utara, negara musuhnya Jepang sampai kini. Permintaan itu dipenuhi (yang tak mungkin diberikan Jepang kepada kepala negara manapun di dunia).

      Dulu semasa perang Jepang mengirimkan bom, peluru dan bayonet untuk orang Indonesia. Kini mereka mengirimkan Toyota, Sanyo, Aiwa, Sony, Honda, Yamaha, Daihatsu, Mitsubishi, Hitachi, sukiyaki, sushi dan sandal jepit, yang dipakai oleh setiap orang Indonesia dari bangun tidur sampai pergi tidur.

Sumber  Dulu, Ibukota Indonesia Adalah Tokyo

Foto Saat Presiden Soekarno Solat Di Amerika


Masih dalam rangka kunjungan Presiden Sukarno ke Amerika Serikat tahun 1956. Ketika tiba saatnya shalat, Bung Karno dan rombongan menuju salah satu masjid di sana untuk bersujud. Foto-foto berikut terasa sejuk kalau kita resapi dalam hati. Karenanya saya merasa tidak perlu berpanjang kata mengomentari ataupun memuji. Kita nikmati saja deretan foto di bawah ini, sambil membenamkan imaji sedalam-dalamnya.


Bung Karno, dengan tongkat komandonya berjalan kaki melintasi koridor masjid. Para pengawal correct menjaga Presidennya, lantas mengiringkannya masuk ke dalam masjid.

Usai shalat berjamaah, Bung Karno berdoa sejenak. Sejurus kemudian, ia bangkit berdiri lagi untuk kembali melaksanakan shalat sunah dua raka’at…. Anggota rombongan lain, ada yang mengikuti Bung Karno shalat sunah, ada yang tekun berdzikir, ada pula yang beringsut mundur, dan menunggu di luar masjid.


Usai shalat, tak pernah lupa Bung Karno khusuk berdoa. Tampak di sebelah kiri Bung Karno adalah Roeslan Abdulgani. diplomat muda, pahlawan pada pertempuran heroik 10 November 1945 di Surabaya. Ia kemudian diangkat menjadi Menteri Luar Negeri, dan termasuk tokoh di balik Konferensi Asia Afrika Bandung yang bersejarah itu. Roeslan Abdulgani wafat 29 Juni 2005 dalam usia 91 tahun.


Seperti umumnya jemaah masjid, begitu pula Bung Karno. di dalam masjid, tidak ada presiden, tidak ada menlu, tidak ada pejabat. Yang ada hanya imam dan makmum. Begitu pula usai shalat, Bung Karno dengan santai duduk di tangga masjid untuk mengenakan sepatu, seperti halnya jemaah yang lain.
Usai shalat, ia kembali melanjutkan protokol kunjungan kenegaraannya. Antara lain menggelar pembicaraan bilateral dengan Presiden dwight Eisenhower yang dikisahkan “kurang mesra".